Masa keemasan Islam, yang berlangsung dari abad ke-8 hingga abad ke-13, ditandai dengan kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kebijakan penerjemahan yang dimulai oleh Dinasti Abbasiyah merupakan komponen penting yang mendorong kemajuan ini. Penerjemah memainkan peran penting dalam menyebarkan pengetahuan ke dunia Islam dari berbagai bahasa dan peradaban, membentuk dasar bagi perkembangan ilmiah yang luar biasa. Artikel ini membahas peran penting penerjemah selama Dinasti Abbasiyah..
Kebijakan Dinasti Abbasiyah dalam Membentuk Tim Penerjemah
Khalifah Harun al-Rashid (786-809) memulai kebijakan penerjemahan yang progresif, dan ini mencapai puncaknya pada masa Khalifah al-Ma’mun (813-833). Al-Ma’mun mendirikan Bait al-Hikmah (House of Wisdom) di Baghdad, yang berfungsi sebagai pusat penerjemahan dan penelitian2. Di sini, sarjana Muslim, Kristen, Yahudi, dan Sabian bekerja sama untuk menerjemahkan karya ilmiah dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab. Khalifah al-Ma’mun sangat mendukung upaya penerjemahan, bahkan mengundang para ilmuwan dari seluruh dunia untuk hadir dan memberikan kontribusi mereka3.
Para penerjemah menerjemahkan berbagai bidang ilmu, termasuk sastra, ilmu pengetahuan, filsafat, kedokteran, matematika, astronomi, dan ilmu lainnya4. Karya ilmiah dari Yunani, Persia, dan India juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Beberapa karya besar yang diterjemahkan termasuk Almagest oleh Ptolemy dan Elements oleh Euclid, serta teks medis oleh Hippocrates dan Galen5. Penerjemahan karya-karya ini tidak hanya menambah dan memperkaya pengetahuan di dunia Islam saja, namun sekaligus melestarikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dari peradaban lainnya6.
Terjemahan ilmu pengetahuan berasal dari berbagai peradaban besar. Salah satu sumber utama adalah karya-karya Yunani klasik, terutama karya filsuf seperti Plato dan Aristoteles7. Selain itu, literatur India, yang mencakup astronomi dan matematika, serta teks-teks dari Persia, yang kaya akan pengetahuan medis dan astronomi, juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab8. Penerjemahan ini tidak hanya membawa pengetahuan baru ke dunia, tetapi juga mendorong inovasi dan pengembangan dalam berbagai bidang ilmu9.
Para penerjemah pada masa Dinasti Abbasiyah mendapatkan penghargaan yang tinggi atas kontribusi mereka. Khalifah al-Ma’mun dikenal memberikan upah yang besar kepada para penerjemah, sering kali dalam bentuk emas seberat buku yang mereka terjemahkan10. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pekerjaan penerjemahan dan betapa tingginya penghargaan terhadap ilmu pengetahuan pada masa itu. Penerjemah tidak hanya dipandang sebagai pekerja intelektual tetapi juga sebagai pilar penting dalam pembangunan peradaban11.
Beberapa penerjemah yang cukup terkenal pada masa ini diantaranya:
- Hunayn ibn Ishaq (809-873): Seorang penerjemah masyhur yang menerjemahkan berbagai karya medis & filosofis dari Yunani, termasuk diantaranya karya-karya Galen & Plato12. Hunayn ini dikenal karena kepakarannya dalam bahasa Yunani, Syriac & Arab, serta berkontribusi dalam pengembangan terminologi medis di dalam bahasa Arab.
- Thabit ibn Qurra (826-901): Seorang penerjemah sekaligus matematikawan yang menerjemahkan berbagai karya Euclid dan Ptolemy serta menulis banyak karya orisinal dalam bidang matematika dan astronomi13. Thabit ibn Qurra juga populer karena kontribusinya di dalam memperkenalkan metode matematika yang lebih canggih ke dunia Islam.
- Al-Kindi (801-873): Filosof dan ilmuwan yang banyak menerjemahkan karya Aristoteles serta menulis banyak karya lainnya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk diantaranya filsafat, logika, matematika, serta astronomi14. Al-Kindi sering dijuluki sebagai “Filosof Arab pertama” dikarenakan perannya yang memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam.
Peran para penerjemah di masa Dinasti Abbasiyah sangat penting, terutama dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dari berbagai peradaban ke dunia Islam. Kebijakan para khalifah yang mendukung penerjemahan membuat beragam bidang ilmu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para penerjemah berkontribusi pada pencapaian gemilang dalam bidang ilmu pengetahuan pada era keemasan Islam. Dengan menghargai & mendukung para penerjemah, Pemerintahan Dinasti Abbasiyah berhasil meletakkan fondasi yang kuat bagi perkembangan ilmiah & intelektual yang terus bertahan hingga berabad-abad lamanya.
Referensi:
- Gutas, D. 1998. Greek Thought, Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early ‘Abbāsid Society. Routledge.
- Kennedy, H. 2004. The Prophet and the Age of the Caliphates: The Islamic Near East from the Sixth to the Eleventh Century. Pearson Education Limited.
- Saliba, G. 2007. Islamic Science and the Making of the European Renaissance. MIT Press.
- El-Cheikh, N. M. 2004. Byzantium Viewed by the Arabs. Harvard University Press.
- Ragep, F. J., & Kennedy, E. S. 1994. History of Science in the Medieval World: Science in Medieval Islam. Routledge.
- Dhanani, A. 1994. The Physical Theory of Kalam: Atoms, Space, and Void in Basrian Mu’tazili Cosmology. Brill.
- Rosenthal, F. 1975. The Classical Heritage in Islam. University of California Press.
- Brentjes, S. 2008. Traveling Traditions: Medicine, Knowledge, and Power in the Islamic World. Ashgate.
- Meyerhof, M. 1931. The Legacy of Islam. Oxford University Press.
- Goodman, L. E. 1992. Avicenna. Routledge.
- Al-Hassan, A. Y., & Hill, D. R. 1986. Islamic Technology: An Illustrated History. Cambridge University Press.
- Nasr, S. H. 1968. Science and Civilization in Islam. Harvard University Press.
- Daiber, H. 1995. Bibliography of Islamic Philosophy. Brill.
- Lindberg, D. C. 2007. The Beginnings of Western Science: The European Scientific Tradition in Philosophical, Religious, and Institutional Context, Prehistory to A.D. 1450. University of Chicago Press.